Pada tulisan lain di blog ini telah disebutkan bahwa menurut Henslin (2006:116) rumah tangga
(household) adalah semua orang yang
menghuni satuan hunian yang sama—sebuah rumah, apartemen atau tempat hunian
lainnya.
Sejalan dengan Henslin, Abbott &
Wallace (1997,137) mengatakan:
“Consequently
we need to distinguish ‘the family’—a group relatives – from ‘the household’—a
technical term used to describe all the people living in one home who may or
not
be related. (Secara konsekwen kita perlu membedakan kata ‘keluarga’ –
sebuah kelompok keluarga – dari ‘rumah tangga’ – sebuah istilah yang digunakan
secara teknis untuk menggambarkan semua orang yang tinggal dalam satu rumah
yang memiliki atau tidak memiliki hubungan.”
Dalam hal definisi, Collins tidak
membedakan secara tegas antara keluarga dan rumah tangga. Bahkan Collins
(1987:28) menyebutkan bahwa sebuah keluarga terdiri atas seorang suami, isteri
dan anak dalam satu hunian. Pengertian ini sesungguhnya secara teknik yang
dimaksud rumah tangga. Meski demikian, Abbot & Wallace justru menambahkan
bahwa rumah tangga bukan sekedar terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak, tapi
rumah juga meliputi orang-orang yang tinggal bersama rumah tangga itu, terlepas
dari apakah orang tersebut memiliki pertalian keluarga atau tidak. Yang pasti,
jika seseorang tinggal besama dalam satu hunian dengan anggota rumah tangga
inti maka orang tersebut sudah termasuk anggota rumah tangga.
Sebuah
rumah tangga terbentuk dari suatu proses perkawinan. Karena itu, perlu dilihat
pendapat Pramono (2007: 11) tentang perkawinan. Ia menjelaskan bahwa Pengertian
perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan,
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam
Bab 1) perkawinan adalah pernikahan yaitu akad nikah yang sangat kuat atau miitsaqan gholiidham untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Manusia melakukan
perkawinan untuk mewujudkan ketenangan hidup, menimbulkan rasa kasih sayang
antara suami isteri, anak-anaknya dalam rangka membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal.
Sedangkan sebuah perkainan menurut UU No. 1
tahun 1974 pasal 2 menegaskan:
1) Perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.
2) Tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian, sebuah keluarga di Indonesia
dinyatakan syah jika memenuhi unsur keabsahan menurut Undang-undang Perkawinan tersebut.
Jika keluarga merupakan institusi penting dalam
masyarakat maka rumah tangga adalah institusi terpenting dalam keluarga. Dari
rumah tanggalah sebuah keluarga berasal. Dengan demikian, tidak mungkin ada
wujud masyarakat tanpa adanya wujud rumah tangga. Tentulah penelitian ini tidak
akan terjebak pada sekedar definisi rumah tangga, dimana rumah tangga dipandang
sebagai institusi dimana anggota-anggotanya tinggal bersama. Karena Henslin pun
memandang bahwa keluarga pelaut atau angkatan laut yang kadang bertemu dengan
isteri dan anak-anak mereka dalam waktu yang lama pun tetap merupakan anggota
rumah tangga yang utuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar