Minggu, 17 Mei 2015

JENIS DAN TIPE KONFLIK

Syamsuddin Simmau

Menurut Susan (2010), jenis dan tipe konflik dapat dibagi dalam empat kondisi, yaitu; konfisi tanpa konflik, konflik laten, konflik terbuka dan konflik permukaan. Kondisi tanpa konflik menggambarkan situasi yang relatif stabil dan hubungan-hubungan antar kelompok  bisa saling memenuhi dan damai. Meski demikian, tidak berarti bahwa dalam kondisi ini tidak ada potensi konflik. Potensi konflik tetap ada. Hanya saja kemungkinan besar masyarakat dapat mengelola potensi konflik yang ada sehingga tidak terkadi konflik. Kondisi tanpa konflik ini bisa jadi disebabkan oleh struktus sosial yang bersifat mencegah konflik atau ada pula potensi budaya yang mendorong pernyatuaan dan harmonisasi dalam masyakat.


Sementara konflik laten adalah suatu kondisi yang didalamnya berisi banyak potensi konflik yang sifatnya tersembunyi karenanya perlu diangkat ke permukaan agar bisa ditangani. Kondisi masyarakat yang berada pada keadaan stabil karena tekanan bukan berarti tidak ada konflik. Bisa jadi statbilitas tersebut justru menyimpan potensi konflik yang siap meledak. Hal ini dapat dilihat pada zaman Orde Baru. Stabilitas masyarakat diciptakan sedemikian rupa sehingga konflik tidak kelihatan. Namun ketika, ada peluang yang terbuka maka konflik pun pecah, bahkan merubah tatananan, sistem dan struktur pemerintah selanjutnya.

Kondisi lainnya adalah konflik terbuka. Konflik  ini menempatkan masyarakat berada pada situasi konflik yang sedang terjadi. Konflik ini memiliki akar yang dalam dalam masyarakat. Karena itu, penanganannya harus diupayakan agar akar konflik dapat diselesaikan. Lebih dari itu, bukan hanya akar konflik yang harus di tangani tapi juga dampak konfik terbuka tersebut.

Lain halnya dengan konflik permukaan. Konflik ini tidak memiliki akar yang dalam dalam masyarakat. Akar konflik berada dipermukaan. Konflik ini biasanya terjadi karena adanya kesalahfahaman komunikasi. Sehingga penanganannya hanya membutuhkan intensitas komunikasi atau dialog terbuka. Sebagai contoh, perkelahian antar siswa SMU, atau perkelahian yang bersifat spontan.

Terkait dengan hal ini, Liliweri (2009) mengemukakan beberapa tipe konflik, yaitu:

a.      Konflik sederhana
Konflik sederhana masih berada pada taraf emosi. Konflik ini muncul dari perasaan perbedaan yang dimiliki oleh individu yang berkonflik. Konflik ini meliputi konflik personal versus diri sendiri karena karena adanya perebedaan harapan kenyataan yang dihadapi seorang individu; konflik antar dua personal karena perbedaan karakter; konflik personal dengn masyarakat; dan konflik personal versus alam.


b.      Konflik dalam organisasi
Sedangkan konflik dalam organisasi meliputi, konflik tugas/pekerjaan dalam organisasi; konflik interpersonal dalam organisasi; dan konflik prosedural. Konflik tugas terjadi jika ada ketidaksesuaian peran dengan kapasitas yang dimiliki individual dalam organisasi. Konflik interpersonal terjadi jika hubungan antar personala dalam sebuh organisasi terganggu. Sementara konflik prosedural terjadi jika anggota organisasi tidak sepakat tentang prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi.

c.      Konflik berdasarkan sifat
Lain halnya dengan konflik berdasarkan sifat. Dalam hal ini, tipologi konflik dapat dilihat dari sifat dinamika konflik. Konflik ini mengalami proses dari adanya keyakinan bahwa setiap konflik memiliki struktur tertentu yang bersifat laten yang modus operandinya hampir sama dan berulang. Proses selanjutnya adalah konflik laten kemudian berubah menjadi konflik nyata (manifest). Proses selanjtnya, kadang-kadang, sifat konflik tidak laten dan tidak pula manifest, tapi konflik itu ada. Tidak ada catatan modus operandi konflik sebelumnya.

d.      Konflik berdasarkan jenis peristiwa dan proses
Sementara itu, konflik berdasarkan jenis peristiwa dan proses, dikenal dengan beberapa tipe konflik, yaitu; konflik biasa, yaitu konflik yang terjadi akibat kesalahfahaman karena adanya kesalahan informasi; konflik luar biasa, yaitu konflik yang tidak berstruktur karena tidak ada catatan modus operandi sebelumnya; konflik zero-sum, yaitu kanflik yang mengakibatkan satu pihak kalah dan pihak lainnya menang; konflik merusak, yaitu koflik yang merusak sistem sosial; dan konflik yang dapat dipecahkan, yaitu konflik substantif karena dapat dipecahkan melalui sebuah keputusan bersama.

Konflik berdasarkan proses dapat dikenali melalui proses terjadinya konflik, yaitu; konflik yang sedang terjadi; ada pula konflik khusus yaitu konflik yang tidak memiliki catatan modus operandi dan penampilan konflik selalu berubah; konflik non zero-zum, yaitu konflik yang win-win solution (tidak ada kalah tidak ada menang); konflik produktif, yaitu konflik yang dapat diselesaikan dan hasilnya akan mendorong peningkatan relasi dari pihak-pihak yang terlibat konflik; dan konflik yang dapat dikelola, yaitu konflik yang bersifat dapat dikelola sehinga menguntungkan kedua belah pihak yang berkonflik.

e.      Konflik berdasarkan faktor pendorong
Konflik ini terjadi karena adanya faktor pendorong yang secara psikologis dilakukan karena para pelaku konflik mengubah respon terhadap perubahan stimulus. Dalam hal ini dikenal tipe konflik seperti, konflik internal; konflik eksternal; konlik realistik dan konflik tidak realitsik.

Konflik internal terjadi karena respon baik secara psikologis maupun stimulus yang diterimanya bertentangan dengan harapannya. Konflik internal ini didorong oleh emosi yang dirasakan sendiri oleh individu.

Konflik eksternal yaitu kebalikan dari konflik internal. Konflik internal merupakan konflik batin sementara konflik eksternal adalah konflik yang didorong oleh adanya interaksi dengan situasi atau pihak lain di luar diri individu.

Konflik realistik adalah konflik yang dapat diketahui akar masalahnya dapat dapat dipecahkan karena modus operandinya sudah diketahui, sehingga dapat dilakukan pemecahan yang lebih positif. Sementara konflik tidak realistik bersumber dari alasan yang tidak jelas, tidak nyata, karena konfliknya tidak berstruktur, sehingga modus operandinya tidak diketahui. Biasanya, konflik ini terjadi ketika seorang individu diperhadapkan pada nilai dan sikap yang harus diambilnya. Konflik ini biasanya muncul dari tradisi.

f.       Konflik berdasarkan jenis ancaman
Konflik berdasarkan jenis ancaman ini dapat dibedakan melalui dimensi koflik, seperti; ancaman atau sengketa batas wilayah (batas fisik); batas-batas wilayah sosial; batas-batas wilayah kerja; dan ancaman terhadap nilai, tujuan dan kebijakan.

g.      Konflik berdasarkan apa, kapan, di mana konflik terjadi
Tipe konfik ini tergantung pada ketersediaan sumber daya yang dapat dibagi. Konflik ini tergantung pula pada jumlah sumber daya yang tersedia dan jumlah pihak yang akan mendapatkan sumber daya dimaksud.

h.      Konflik berdasarkan cara memandang peristiwa atau isu
Menurut Coleman (1957) dalam Liliweri (2009), ada tiga komponen dalam pengembangan peristiwa atau isu dalam konflik komunitas, yaitu; ketika sebuah peristiwa ditempatkan sebagasi aspek paling penting bagi kehidupan anggota komunitas; kedua, ketika suatu peristiwa dianggap mempengaruhi kehidupan komunitas yang berbeda; dan ketiga, tindakan yang diambil tidak dapat mendukung kelangsungan komunitas. Dalam hal ini, konflik terjadi karena adanya perbedaan struktur ekonomi-industri; adanya perubahan skala waktu (baik cepat maupun lambat yang mempengaruhi iklim sosial); adanya pergantian penduduk dan nilai sebagai akibat dari adanya penduduk baru yang berpengaruh terhadap nilai, sikap dan kepentingan, misalnya karena adanya sekolah, rumah ibadah, struktur pemerintahan dan juga pajak).

i.       Konflik berdasarkan level pemerintahan.

Dalam pemerintahan dikenal ada pemerintahan pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa. Setiap pemerintahan memiliki struktur penduduk yang berbeda, ada yang homogen dan ada yang heterogen. Pebedaan ini dapat menimbulkan konflik vertikal dan konflik horizontal antar komunitas. 



2 komentar:

  1. SARAN SAYA JIKA INI DIAMBIL DARI WEB ATAU BUKU TOLONG SERTAKAN PULA, TTRIMAKASIH

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Ricko, saran anda sungguh penting untuk mengingatkan kami. Berikut kami sertakan buku bacaan konflik yang menjadi referendi pada artikel ini:

      Fauzi, Ihsan Ali dkk. 2009. Pola-Pola Konflik Keagamaan di Indonesia (1990-2008) Laporan Penelitian . Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM, The Asia Foundation.

      Kementrian Sosial RI Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Bekerja Sama dengan Insitut Titian Perdamaian. (2013). Pedoman Pemetaan Daerah Rawan Konflik Sosial. Jakarta: Kementrian Sosial RI.

      Liliweri, Alo. (2009). Prasangka & Konflik Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. Yogyakarta: LKIS.

      Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. (2013). Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013-2018. Makassar: Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

      Pruitt, Dean G dan Rubin, Jeffrey Z. (2009). Teori Konflik Sosial (Diterjemahkan oleh Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

      Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Aditama.

      Susan, Novri. (2010). Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

      Terimakasih

      Hapus