Syamsuddin Simmau
Menurut Susan (2010), jenis dan tipe
konflik dapat dibagi dalam empat kondisi, yaitu; konfisi tanpa konflik, konflik
laten, konflik terbuka dan konflik permukaan. Kondisi tanpa konflik
menggambarkan situasi yang relatif stabil dan hubungan-hubungan antar
kelompok bisa saling memenuhi dan damai.
Meski demikian, tidak berarti bahwa dalam kondisi ini tidak ada potensi
konflik. Potensi konflik tetap ada. Hanya saja kemungkinan besar masyarakat
dapat mengelola potensi konflik yang ada sehingga tidak terkadi konflik.
Kondisi tanpa konflik ini bisa jadi disebabkan oleh struktus sosial yang
bersifat mencegah konflik atau ada pula potensi budaya yang mendorong
pernyatuaan dan harmonisasi dalam masyakat.
Sementara konflik laten adalah suatu
kondisi yang didalamnya berisi banyak potensi konflik yang sifatnya tersembunyi
karenanya perlu diangkat ke permukaan agar bisa ditangani. Kondisi masyarakat
yang berada pada keadaan stabil karena tekanan bukan berarti tidak ada konflik.
Bisa jadi statbilitas tersebut justru menyimpan potensi konflik yang siap
meledak. Hal ini dapat dilihat pada zaman Orde Baru. Stabilitas masyarakat
diciptakan sedemikian rupa sehingga konflik tidak kelihatan. Namun ketika, ada
peluang yang terbuka maka konflik pun pecah, bahkan merubah tatananan, sistem
dan struktur pemerintah selanjutnya.
Kondisi lainnya adalah konflik
terbuka. Konflik ini menempatkan
masyarakat berada pada situasi konflik yang sedang terjadi. Konflik ini
memiliki akar yang dalam dalam masyarakat. Karena itu, penanganannya harus
diupayakan agar akar konflik dapat diselesaikan. Lebih dari itu, bukan hanya
akar konflik yang harus di tangani tapi juga dampak konfik terbuka tersebut.
Lain halnya dengan konflik permukaan.
Konflik ini tidak memiliki akar yang dalam dalam masyarakat. Akar konflik
berada dipermukaan. Konflik ini biasanya terjadi karena adanya kesalahfahaman
komunikasi. Sehingga penanganannya hanya membutuhkan intensitas komunikasi atau
dialog terbuka. Sebagai contoh, perkelahian antar siswa SMU, atau perkelahian
yang bersifat spontan.
Terkait dengan hal ini, Liliweri
(2009) mengemukakan beberapa tipe konflik, yaitu:
a.
Konflik
sederhana
Konflik sederhana masih berada pada taraf emosi. Konflik
ini muncul dari perasaan perbedaan yang dimiliki oleh individu yang berkonflik.
Konflik ini meliputi konflik personal versus diri sendiri karena karena adanya
perebedaan harapan kenyataan yang dihadapi seorang individu; konflik antar dua
personal karena perbedaan karakter; konflik personal dengn masyarakat; dan
konflik personal versus alam.
b.
Konflik
dalam organisasi
Sedangkan konflik dalam organisasi meliputi, konflik
tugas/pekerjaan dalam organisasi; konflik interpersonal dalam organisasi; dan
konflik prosedural. Konflik tugas terjadi jika ada ketidaksesuaian peran dengan
kapasitas yang dimiliki individual dalam organisasi. Konflik interpersonal
terjadi jika hubungan antar personala dalam sebuh organisasi terganggu.
Sementara konflik prosedural terjadi jika anggota organisasi tidak sepakat
tentang prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi.
c.
Konflik
berdasarkan sifat
Lain halnya dengan konflik berdasarkan sifat. Dalam hal
ini, tipologi konflik dapat dilihat dari sifat dinamika konflik. Konflik ini
mengalami proses dari adanya keyakinan bahwa setiap konflik memiliki struktur
tertentu yang bersifat laten yang modus operandinya hampir sama dan berulang.
Proses selanjutnya adalah konflik laten kemudian berubah menjadi konflik nyata
(manifest). Proses selanjtnya, kadang-kadang, sifat konflik tidak laten dan
tidak pula manifest, tapi konflik itu ada. Tidak ada catatan modus operandi
konflik sebelumnya.
d.
Konflik
berdasarkan jenis peristiwa dan proses
Sementara itu, konflik berdasarkan jenis peristiwa dan
proses, dikenal dengan beberapa tipe konflik, yaitu; konflik biasa, yaitu konflik yang terjadi akibat kesalahfahaman
karena adanya kesalahan informasi; konflik
luar biasa, yaitu konflik yang tidak berstruktur karena tidak ada catatan
modus operandi sebelumnya; konflik
zero-sum, yaitu kanflik yang mengakibatkan satu pihak kalah dan pihak
lainnya menang; konflik merusak, yaitu
koflik yang merusak sistem sosial; dan konflik
yang dapat dipecahkan, yaitu konflik substantif karena dapat dipecahkan
melalui sebuah keputusan bersama.
Konflik berdasarkan proses dapat dikenali melalui proses
terjadinya konflik, yaitu; konflik yang
sedang terjadi; ada pula konflik
khusus yaitu konflik yang tidak
memiliki catatan modus operandi dan penampilan konflik selalu berubah; konflik non zero-zum, yaitu konflik yang
win-win solution (tidak ada kalah
tidak ada menang); konflik produktif, yaitu
konflik yang dapat diselesaikan dan hasilnya akan mendorong peningkatan relasi
dari pihak-pihak yang terlibat konflik; dan konflik
yang dapat dikelola, yaitu konflik yang bersifat dapat dikelola sehinga
menguntungkan kedua belah pihak yang berkonflik.
e.
Konflik
berdasarkan faktor pendorong
Konflik ini terjadi karena adanya faktor pendorong yang
secara psikologis dilakukan karena para pelaku konflik mengubah respon terhadap
perubahan stimulus. Dalam hal ini dikenal tipe konflik seperti, konflik
internal; konflik eksternal; konlik realistik dan konflik tidak realitsik.
Konflik internal terjadi karena respon baik secara
psikologis maupun stimulus yang diterimanya bertentangan dengan harapannya.
Konflik internal ini didorong oleh emosi yang dirasakan sendiri oleh individu.
Konflik eksternal yaitu kebalikan dari konflik internal.
Konflik internal merupakan konflik batin sementara konflik eksternal adalah
konflik yang didorong oleh adanya interaksi dengan situasi atau pihak lain di
luar diri individu.
Konflik realistik adalah konflik yang dapat diketahui
akar masalahnya dapat dapat dipecahkan karena modus operandinya sudah
diketahui, sehingga dapat dilakukan pemecahan yang lebih positif. Sementara
konflik tidak realistik bersumber dari alasan yang tidak jelas, tidak nyata,
karena konfliknya tidak berstruktur, sehingga modus operandinya tidak
diketahui. Biasanya, konflik ini terjadi ketika seorang individu diperhadapkan
pada nilai dan sikap yang harus diambilnya. Konflik ini biasanya muncul dari
tradisi.
f.
Konflik
berdasarkan jenis ancaman
Konflik berdasarkan jenis ancaman ini dapat dibedakan
melalui dimensi koflik, seperti; ancaman atau sengketa batas wilayah (batas
fisik); batas-batas wilayah sosial; batas-batas wilayah kerja; dan ancaman
terhadap nilai, tujuan dan kebijakan.
g.
Konflik
berdasarkan apa, kapan, di mana konflik terjadi
Tipe konfik ini tergantung pada ketersediaan sumber daya
yang dapat dibagi. Konflik ini tergantung pula pada jumlah sumber daya yang
tersedia dan jumlah pihak yang akan mendapatkan sumber daya dimaksud.
h.
Konflik
berdasarkan cara memandang peristiwa atau isu
Menurut Coleman (1957) dalam Liliweri (2009), ada tiga
komponen dalam pengembangan peristiwa atau isu dalam konflik komunitas, yaitu;
ketika sebuah peristiwa ditempatkan sebagasi aspek paling penting bagi
kehidupan anggota komunitas; kedua, ketika suatu peristiwa dianggap
mempengaruhi kehidupan komunitas yang berbeda; dan ketiga, tindakan yang
diambil tidak dapat mendukung kelangsungan komunitas. Dalam hal ini, konflik
terjadi karena adanya perbedaan struktur ekonomi-industri; adanya perubahan
skala waktu (baik cepat maupun lambat yang mempengaruhi iklim sosial); adanya
pergantian penduduk dan nilai sebagai akibat dari adanya penduduk baru yang
berpengaruh terhadap nilai, sikap dan kepentingan, misalnya karena adanya
sekolah, rumah ibadah, struktur pemerintahan dan juga pajak).
i.
Konflik
berdasarkan level pemerintahan.
Dalam pemerintahan dikenal ada pemerintahan pusat,
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa. Setiap pemerintahan
memiliki struktur penduduk yang berbeda, ada yang homogen dan ada yang
heterogen. Pebedaan ini dapat menimbulkan konflik vertikal dan konflik
horizontal antar komunitas.
SARAN SAYA JIKA INI DIAMBIL DARI WEB ATAU BUKU TOLONG SERTAKAN PULA, TTRIMAKASIH
BalasHapusTerimakasih Ricko, saran anda sungguh penting untuk mengingatkan kami. Berikut kami sertakan buku bacaan konflik yang menjadi referendi pada artikel ini:
HapusFauzi, Ihsan Ali dkk. 2009. Pola-Pola Konflik Keagamaan di Indonesia (1990-2008) Laporan Penelitian . Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM, The Asia Foundation.
Kementrian Sosial RI Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Bekerja Sama dengan Insitut Titian Perdamaian. (2013). Pedoman Pemetaan Daerah Rawan Konflik Sosial. Jakarta: Kementrian Sosial RI.
Liliweri, Alo. (2009). Prasangka & Konflik Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. Yogyakarta: LKIS.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. (2013). Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013-2018. Makassar: Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Pruitt, Dean G dan Rubin, Jeffrey Z. (2009). Teori Konflik Sosial (Diterjemahkan oleh Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Aditama.
Susan, Novri. (2010). Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Terimakasih