Selasa, 14 Oktober 2014

Konsep Kemiskinan

Masyarakat pesisir, khususnya nelayan pada beberapa daerah identik dengan kemiskinan. Kemiskinan ini disebabkan oleh kondisi internal dan eksternal masyarakat. Kondisi internal bisa jadi disebabkan oleh rendahnya motivasi serta keterbatasan pendidikan dan keterampilan. Sementara, secara eksternal bisa jadi disebabkan oleh sistem pemerintahan maupun sistem pasar dan budaya.
Motivasi yang rendah untuk meningkatkan akses atas kepemilikan modal, akses atas pasar dan saran produkti sangat dipengaruhi oleh impuls yang mendorong seseorang melakukan suatu tindakan sosial. Max Weber (Johnson, 1986) menegaskan bahwa akar motivasi individu jauh lebih dalam dari pada keputusan rasional yang disengaja mengenai alat dan tujuan atau komfimitas terhadap tuntutan dari mereka yang beriorentasi. Bagi Weber agama dan nilai sangat menentukan pola motivasional seseorang dalam tindakan ekonominya.
Meski demikian, meskpun agama dan nilai yang melandari tindakan seseoran sangat kuat tapi jika tidak didukung oleh pendidikan dan keterampilan yang mempengaruhi sumber daya manusia yang dimiliki oleh individu maka tentu saja seseorang tidak dapat keluar dari kondisi kemiskinan. Lemahnya pendidukan dan keterampilan seseorang tidak akan mampu membukan akses permodalan, baik dalam bentuk hibah maupun dalam bentuk pinjaman.
Terkait dengan permodalan, hasil peneltian Rosmawati (2013) pada kehidupan nelayan pancing di Kelurahan Buluri Kecamatan Palu Barat Kota Palu membuktikan hal ini. Menurut Rosmawati, umumnya nelayan di kelurahan ini kekuarangan modal sehingga mereka tidak dapat meningkatkan produksi. Kekurangan modal ini menjadi penyebab nelayan pancing masih terjerat dalam kondisi kemiskinan.
Dalam hal ini kemiskinan yang dimaksud adalah kemiskinan menurut Soekanto (2009) yang mengartikan kemiskinan sebagai suatu kondisi dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.  Pandangan ini menunjukkan bahwa kemiskinan terkait dengan adanya ketidak mampuan memanfaat sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia si miskin sebagaimana yang mampu dilakukan oleh masyarakat yang tidak miskin.
Sementara itu, David Cox (Suharto, 2010) yang membagi kemiskinan ke dalam berbagai dimensi, yaitu: Pertama, kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang dan yang kalah. Umumnya pemenang adalah negara-negara maju dan yang kalah adalah negara-negara berkembang. Kedua, kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak hanya berdampak posisitf tapi juga membawa dampak negatif. Penggusuran tanpa solusi akan menggiring masyarakat tergusur pasa kondisi yang termarginalkan. Bahkan mereka berpotensi kehilangan sumber daya utama. Misalnya, seorang petani yang awalnya memiliki sebidang tanah sawah yang menjadi tumpuan ekonomi keluarga tiba-tiba tidak memiliki harta lagi karena si petani menjual sawah mereka untuk kepentingan pembangunan pabrik.
Ketiga, selain bentuk kemiskinan tersebut ada pula bentuk kemiskinan yang disebut kemiskinan sosial. kemiskinan jenis ini umumnya dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok minoritas. Dalam hal ini, kelompok perempuan dan kelompok lemah laninya menjadi miskin karena mereka dicitrakan sebagai kelompok yang kurang memiliki akses atas modal dan sumber-sumber produksi. Kelompok perempuan dicitrakan secara sosial berada pada wilayah domestik saja sehingga mereka kurang memiliki akses atas kekayaan. Demikian halnya dengan kelompok marginal lain, seperti kelompok masyarakat berkebutuhan khusus. Mereka dianggap tidak mampu melakukan berbagai hal terkait dengan produktifitas yang bernilai ekonomis sehingga mereka hidup tergantung, lalu miskin.
Keempat, kKemiskinan konsekuensial, yaitu kemiskinan yang menjadi akibat dari kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti koflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya jumlah penduduk.
Konsep kemiskinan lainnya dapat dilihat pada pandangan Ellis yang mengemukakan bahwa kemiskinan menyangkut berbagai dimensi seperti ekonomi, politik dan sosial psikologis. Secara eknomi, kemiskinan didefinisikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk mempengaruhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan. Dan kemiskinan secara sosio psokologis  menunjuk pada kekuarangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktifitas (Karena itu, untuk membawa si lemah, miskin dan termarginalkan, baik secara ekonomi, politik maupun sosio-psikologis maka perlu dilakukan pemberdayaan sehingga mereka memiliki kekuasaan untuk membawa diri mereka ke arah yang lebih berdaya. Tentu saja, proses menuju keberdayaan tersebut membutuhkan intervensi dan strategi yang menunjang kelompok rentan dan marginal tadi untuk keluar dari persoalan yang melekat pada diri mereka secara kultural dan struktural (Suharto, 2010). 

DAFTAR PUSTAKA


Ife,Jim & Tesoriero, Frank. Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi Community Development. Terjemahan oleh Sastrawan Manullang dkk. 2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moleong, Lexy J, 1993. Metodologi Penelitian. Bandung : Rosda Karya.
Rosmawati. 2013. Pemberdayaan Nelayan Pancing di Kelurahan Buluri Kecamatan Palu Barat Kota Palu. Dalam HM. Darwis, Rahmat Muhammad, Syamsuddin Simmau, editor.Masyarakat Maritim Indonesia Kendala, Peluang dan Tantangan Perkembangan. Prosiding Konferensi Nasional Sosiologi II, 12-14 November 2013 di Makassar. Halaman 243-279.

Salman, Darmawan. 2011. Pendasaran Kearifan Lokal bagi Dinamika Pranata Sosial dalam Meniti Semangat Jaman. Dalam Jagad Bahari Nusantara. Jakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.

Suharto, Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Aditama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar