Masyarakat pesisir,
khususnya nelayan pada beberapa daerah identik dengan kemiskinan. Kemiskinan
ini disebabkan oleh kondisi internal dan eksternal masyarakat. Kondisi internal
bisa jadi disebabkan oleh rendahnya motivasi serta keterbatasan pendidikan dan
keterampilan. Sementara, secara eksternal bisa jadi disebabkan oleh sistem
pemerintahan maupun sistem pasar dan budaya.
Meski
demikian, meskpun agama dan nilai yang melandari tindakan seseoran sangat kuat
tapi jika tidak didukung oleh pendidikan dan keterampilan yang mempengaruhi
sumber daya manusia yang dimiliki oleh individu maka tentu saja seseorang tidak
dapat keluar dari kondisi kemiskinan. Lemahnya pendidukan dan keterampilan
seseorang tidak akan mampu membukan akses permodalan, baik dalam bentuk hibah
maupun dalam bentuk pinjaman.
Terkait dengan
permodalan, hasil peneltian Rosmawati (2013) pada kehidupan nelayan pancing di
Kelurahan Buluri Kecamatan Palu Barat Kota Palu membuktikan hal ini. Menurut
Rosmawati, umumnya nelayan di kelurahan ini kekuarangan modal sehingga mereka
tidak dapat meningkatkan produksi. Kekurangan modal ini menjadi penyebab
nelayan pancing masih terjerat dalam kondisi kemiskinan.
Dalam hal ini
kemiskinan yang dimaksud adalah kemiskinan menurut Soekanto (2009) yang
mengartikan kemiskinan sebagai suatu kondisi dimana seseorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga
tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Pandangan ini menunjukkan bahwa
kemiskinan terkait dengan adanya ketidak mampuan memanfaat sumber daya, baik
sumber daya alam maupun sumber daya manusia si miskin sebagaimana yang mampu
dilakukan oleh masyarakat yang tidak miskin.
Sementara itu,
David Cox (Suharto, 2010) yang membagi kemiskinan ke dalam berbagai dimensi,
yaitu: Pertama, kemiskinan yang
diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang dan yang kalah.
Umumnya pemenang adalah negara-negara maju dan yang kalah adalah negara-negara
berkembang. Kedua, kemiskinan yang berkaitan
dengan pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak hanya berdampak
posisitf tapi juga membawa dampak negatif. Penggusuran tanpa solusi akan
menggiring masyarakat tergusur pasa kondisi yang termarginalkan. Bahkan mereka
berpotensi kehilangan sumber daya utama. Misalnya, seorang petani yang awalnya
memiliki sebidang tanah sawah yang menjadi tumpuan ekonomi keluarga tiba-tiba
tidak memiliki harta lagi karena si petani menjual sawah mereka untuk
kepentingan pembangunan pabrik.
Ketiga,
selain bentuk kemiskinan tersebut ada pula bentuk kemiskinan yang disebut
kemiskinan sosial. kemiskinan jenis ini umumnya dialami oleh perempuan,
anak-anak dan kelompok minoritas. Dalam hal ini, kelompok perempuan dan
kelompok lemah laninya menjadi miskin karena mereka dicitrakan sebagai kelompok
yang kurang memiliki akses atas modal dan sumber-sumber produksi. Kelompok
perempuan dicitrakan secara sosial berada pada wilayah domestik saja sehingga
mereka kurang memiliki akses atas kekayaan. Demikian halnya dengan kelompok
marginal lain, seperti kelompok masyarakat berkebutuhan khusus. Mereka dianggap
tidak mampu melakukan berbagai hal terkait dengan produktifitas yang bernilai
ekonomis sehingga mereka hidup tergantung, lalu miskin.
Keempat, kKemiskinan
konsekuensial, yaitu kemiskinan yang menjadi akibat dari kejadian-kejadian lain
atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti koflik, bencana alam,
kerusakan lingkungan dan tingginya jumlah penduduk.
Konsep kemiskinan
lainnya dapat dilihat pada pandangan Ellis yang mengemukakan bahwa kemiskinan
menyangkut berbagai dimensi seperti ekonomi, politik dan sosial psikologis.
Secara eknomi, kemiskinan didefinisikan sebagai kekurangan sumber daya yang
dapat digunakan untuk mempengaruhi kebutuhan hidup dan meningkatkan
kesejahteraan sekelompok orang. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari
tingkat akses terhadap kekuasaan. Dan kemiskinan secara sosio psokologis menunjuk pada kekuarangan jaringan dan
struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan
peningkatan produktifitas (Karena itu, untuk membawa si lemah, miskin dan
termarginalkan, baik secara ekonomi, politik maupun sosio-psikologis maka perlu
dilakukan pemberdayaan sehingga mereka memiliki kekuasaan untuk membawa diri
mereka ke arah yang lebih berdaya. Tentu saja, proses menuju keberdayaan
tersebut membutuhkan intervensi dan strategi yang menunjang kelompok rentan dan
marginal tadi untuk keluar dari persoalan yang melekat pada diri mereka secara
kultural dan struktural (Suharto, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Ife,Jim &
Tesoriero, Frank. Alternatif Pengembangan
Masyarakat di Era Globalisasi Community Development. Terjemahan oleh
Sastrawan Manullang dkk. 2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moleong,
Lexy J, 1993. Metodologi Penelitian. Bandung : Rosda Karya.
Rosmawati.
2013. Pemberdayaan Nelayan Pancing di Kelurahan Buluri Kecamatan Palu Barat
Kota Palu. Dalam HM. Darwis, Rahmat Muhammad, Syamsuddin Simmau,
editor.Masyarakat Maritim Indonesia Kendala, Peluang dan Tantangan
Perkembangan. Prosiding Konferensi Nasional Sosiologi II, 12-14 November 2013
di Makassar. Halaman 243-279.
Salman, Darmawan. 2011. Pendasaran Kearifan Lokal bagi Dinamika Pranata
Sosial dalam Meniti Semangat Jaman. Dalam Jagad Bahari Nusantara. Jakarta:
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
Silalahi,
Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
Suharto, Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat.
Bandung: Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar