Meskipun
rumah tangga kadang mengalami sisi gelap, namun rumah tangga juga mengalami
sisi terang. Henslin (2006:143) membantah anggapan bahwa pernikahan jarang
berhasil. Mendukung bantahannya ini, Henslin mengutip pandangan Cherlin dan
Fusrtenberg (1988), Whyte (1992), bahwa
sekitar dua dari tiga orang menikah di Amerika merasa sangat bahagia
dari pernikahan mereka. Sejalan dengan ini, Henslin juga mengutip hasil
penelitian Jeannette dan Robert Lauer (1992) yang telah melakukan wawancara
terhadap 351 pasangan yang telah menikah selama 15 tahun atau lebih. Ternyata,
dari hasil penelitian Jeannette dan
Robert Lauer tersebut ditemukan bahwa terdapat 51 pasangan mengaku tidak
bahagia tapi mereka tidak bercerai dengan alasan agama dan tradisi keluarga
atau demi anak-anak, selebihnya adalah pasangan yang bahagia. Ada beberapa
alasan mengapa 300 pasangan merasa bahagia adalah:
1) Menganggap
pasangan mereka sebagai teman terbaik mereka.
2) Menyukai
diri sang pasangan.
3) Menganggap
pernikahan sebagai komitmen seumur hidup.
4) Percaya
bahwa pernikahan bersifat suci.
5) Sepandangan
dengan pasangan dalam hal sasaran dan tujuan.
6) Percaya
bahwa pasangan mereka telah tumbuh menjadi seorang yang semakin menarik seiring
dengan waktu.
7) Sangat
menginginkan agar hubungan mereka langgeng.
8) Tertawa
bersama.
Sementara
itu, hasil penelitian Sosiolog Nicholas Stinnet (1992) dalam Henslin (2006:143)
yang meneliti 660 keluarga di seluruh Amerika, ia menemukan bahwa keluarga
bahagia cenderung:
1) Menghabiskan
banyak waktu bersama.
2) Mampu
memuji dengan cepat.
3) Bertekad
meningkatkan kesejahteraan satu sama lain.
4) Menghabiskan
banyak waktu berbincang-bincang dan mendengarkan satu sama lain.
5) Religius.
6) Menghadapi
krisis dengan cara yang positif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar